Seni tato dan ukiran di Pulau Kalimantan, dua bentuk ekspresi seni yang sangat mendalam dan sarat akan makna filosofis bagi masyarakat adat, terutama Suku Dayak.
Seni Tato Dayak: Rajahan Tubuh yang Penuh Makna
Bagi masyarakat Dayak, tato (dikenal juga dengan sebutan tutang, pantang, atau rajah) bukanlah sekadar hiasan tubuh, melainkan sebuah catatan kehidupan, identitas sosial, dan simbol spiritual yang sakral. Setiap goresan tinta memiliki arti yang mendalam dan proses pembuatannya pun melibatkan ritual adat.
1. Makna dan Fungsi Tato:
- Identitas dan Status Sosial: Tato menjadi penanda identitas kesukuan dan strata sosial. Motif tertentu hanya boleh dimiliki oleh kalangan bangsawan (hipui), sementara motif lain untuk masyarakat biasa (panyin). Misalnya, pada Suku Dayak Bahau, motif anyaman darli adalah khusus untuk bangsawan.
- Penghargaan dan Pencapaian: Tato diberikan sebagai penghargaan atas jasa atau pencapaian seseorang. Bagi pria, tato bisa menandakan keberanian di medan perang (termasuk tradisi mengayau atau memenggal kepala musuh di masa lampau), keahlian berburu, atau pengalaman merantau ke berbagai wilayah. Bagi wanita, tato melambangkan keahlian menenun, menganyam, atau keahlian dalam pengobatan.
- Perlindungan Spiritual: Banyak motif tato yang dipercaya memiliki kekuatan magis untuk melindungi pemiliknya dari roh-roh jahat dan mara bahaya. Tato dianggap sebagai “perisai” spiritual yang selalu melekat di tubuh.
- Obor Menuju Alam Baka: Ini adalah salah satu makna filosofis yang paling penting. Masyarakat Dayak percaya bahwa setelah kematian, tato yang berwarna hitam di dunia akan berubah menjadi emas dan bersinar terang, berfungsi sebagai “obor” atau penerang jalan bagi arwah untuk mencapai surga atau alam keabadian (Telang Julan). Semakin banyak tato, semakin terang perjalanannya.
2. Motif Populer dan Artinya:
- Bunga Terong (Bunga Tebalu): Motif ini sangat ikonik, sering ditemukan di bahu pria Dayak Iban. Bunga terong melambangkan pangkat, kedudukan, dan awal dari sebuah perjalanan hidup (merantau). Tali melingkar di tengah bunga melambangkan kekerabatan dan Tali Jiwa.
- Motif Rekong/Kala/Ketam: Biasanya dirajah di leher atau dada, melambangkan perlindungan dari roh jahat yang mencoba mengganggu bagian vital seperti leher.
- Motif Burung Enggang (Tingang): Enggang adalah burung yang dianggap suci, simbol penguasa alam atas. Motif ini melambangkan keagungan, kepemimpinan, dan kemuliaan. Biasanya hanya dimiliki oleh para pemimpin adat atau orang yang dihormati.
- Motif Aso’ (Anjing/Naga): Aso’ adalah figur mitologis yang sering digambarkan seperti naga atau anjing. Motif ini melambangkan perlindungan, kepatuhan, dan kesetiaan, karena anjing dianggap sebagai hewan penjaga manusia.
- Motif Tegulun: Motif khusus yang hanya boleh dimiliki oleh mereka yang telah berhasil dalam mengayau. Motif ini melambangkan keberanian tertinggi.
3. Proses Tradisional:
Pembuatan tato tradisional menggunakan alat sederhana berupa gagang kayu dengan jarum atau duri dari pohon jeruk yang diikat di ujungnya. Tinta dibuat dari jelaga asap damar atau arang kayu yang dicampur dengan air atau getah tumbuhan. Prosesnya dilakukan dengan memukul-mukul gagang jarum secara perlahan ke kulit, memasukkan tinta setitik demi setitik.
Seni Ukir Dayak: Pahat Jiwa pada Kayu
Sama seperti tato, seni ukir bagi Suku Dayak adalah media untuk mengekspresikan pandangan hidup, kepercayaan, dan hubungan harmonis dengan alam. Ukiran tidak hanya ditemukan sebagai hiasan, tetapi menjadi bagian integral dari benda-benda ritual, arsitektur, hingga peralatan sehari-hari.
1. Media dan Material:
Bahan utama yang paling dihargai untuk ukiran adalah kayu ulin (kayu besi). Kayu ini dipilih karena sangat kuat, tahan lama hingga ratusan tahun, dan tahan terhadap serangan rayap. Selain kayu, ukiran juga ditemukan pada bambu, tulang, dan tanduk hewan.
2. Penerapan Seni Ukir:
- Arsitektur: Dinding, tiang, dan pintu rumah adat seperti Rumah Betang atau Lamin dihiasi dengan ukiran yang rumit, seringkali berfungsi sebagai penolak bala.
- Benda Ritual: Sapundu, patung kayu ulin yang diukir menyerupai manusia, digunakan dalam upacara kematian Tiwah Suku Dayak Ngaju sebagai tiang untuk mengikat hewan kurban.
- Senjata dan Perisai: Mandau (senjata khas Dayak) memiliki gagang yang terbuat dari tanduk atau kayu dengan ukiran detail. Kelembit (perisai) juga dihiasi dengan ukiran wajah manusia atau makhluk mitologis yang dipercaya memberi kekuatan dan menakuti musuh.
- Peralatan Sehari-hari: Alat musik seperti sape (alat petik), peti penyimpan barang berharga, dan bahkan lesung penumbuk padi seringkali diberi sentuhan ukiran.
3. Motif Populer dan Artinya:
- Motif Burung Enggang dan Naga (Jata): Ini adalah motif sentral dalam kosmologi Dayak. Enggang melambangkan Dunia Atas (dunia para dewa, langit), sementara Naga melambangkan Dunia Bawah (dunia air, tanah, kesuburan). Kombinasi keduanya melambangkan keseimbangan alam semesta yang harmonis.
- Motif Aso’ (Anjing): Mirip dengan tato, motif Aso’ dalam ukiran melambangkan perlindungan. Seringkali digambarkan dengan gaya yang sangat dinamis dan abstrak pada perisai atau dinding rumah.
- Motif Pohon Kehidupan (Batang Garing): Motif ini melambangkan pohon kosmis yang menghubungkan Dunia Bawah, Dunia Tengah (manusia), dan Dunia Atas. Ini adalah simbol kesuburan, kemakmuran, dan kesinambungan hidup.
- Motif Manusia (Kamang): Menggambarkan roh leluhur atau dewa. Ukiran ini seringkali memiliki fungsi spiritual yang kuat sebagai medium untuk berkomunikasi dengan para leluhur.
- Motif Tumbuhan (Pakis, Pucuk Rebung, Bunga Terong): Melambangkan kesuburan, pertumbuhan, dan keabadian. Motif Pakis yang meliuk-liuk dan Pucuk Rebung yang terus tumbuh ke atas mengajarkan filosofi kehidupan yang harus terus maju dan lurus.
Secara keseluruhan, baik seni tato maupun ukiran di Kalimantan adalah bahasa visual yang kaya. Keduanya bukan sekadar seni untuk keindahan mata, melainkan wujud nyata dari kearifan lokal, spiritualitas, dan catatan sejarah yang diwariskan dari generasi ke generasi.